Kisah Pendiri Canva Dulu Ditolak 100 Investor, Kini Hartanya Rp210 Triliun . . Di Indonesia, kesuksesan dalam dunia bisnis ngga hanya mengandalkan keuntungan materi, tapi juga kemampuan untuk memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. . . Ada kisah inspiratif dari Melani Perkins, seorang pebisnis dan CEO di balik keberhasilan Canva. Melani, seorang mahasiswi yang pernah putus sekolah dan ditolak 100 investor, akhirnya berhasil mendirikan Canva dengan valuasi mencapai 15 miliar dolar atau setara dengan 210 triliun Rupiah. . . Melani Perkins lahir pada tahun 1987 di Australia. Sejak usia 14 tahun, dia sudah menunjukkan minat pada dunia bisnis. Melani mulai mendesain dan menjual produk handmade di kota kelahirannya. . . Perjalanan bisnisnya terus berkembang ketika dia memasuki kehidupan kampus. Bagi kebanyakan mahasiswa, kampus adalah tempat untuk bersenang-senang dengan teman sekelas dan hal-hal lainnya, tapi bagi Melani, itu menjadi fase desain dan eksplorasi. . . Pada tahun 2006, Melani dan temannya belajar di universitas di Perth, Australia. Di waktu luang, Melani mengajar program desain kepada sesama mahasiswa. . . Pada saat itulah, pada tahun 2006, Melani dan temannya berpikir tentang sesuatu yang lebih besar. Mereka menyadari betapa frustasinya mengajarkan desain menggunakan perangkat lunak yang ada. Melani melihat potensi untuk membuat desain lebih mudah dan sederhana. . . Dari sanalah muncul ide untuk menciptakan produk pertama mereka, Fusion Books, sebuah situs web yang memudahkan desain buku tahunan sekolah. Ide ini sederhana, berasal dari ruang tamu rumah mereka, dan ternyata banyak diminati. . . Mereka ngga hanya membantu orang merancang buku tahunan, tapi bahkan mencetaknya. Fusion Year Book menjadi penerbit buku tahunan terbesar di Australia sebelum mereka memutuskan untuk menjelajah ke Perancis dan Selandia Baru. . . Keberhasilan bisnis Fusion Year Book membuat Melani dan temannya semakin yakin. Beberapa tahun kemudian, Melani akhirnya memutuskan untuk keluar dari universitas dan sepenuhnya fokus pada bisnis mereka. Keputusan ini terbukti tepat, dan Fusion Year Book terus tumbuh hingga menjadi bisnis yang sukses. . . Pada tahun 2010, Melani dan temannya membuat langkah besar dengan pindah dari Australia ke Silicon Valley, Amerika Serikat. Silicon Valley dianggap sebagai pusat inovasi terkemuka, sehingga mereka memutuskan untuk mengejar impian mereka di sana. . . Pada tahun 2013, Canva diluncurkan. Platform ini menyediakan solusi untuk membuat desain dengan mudah dan cepat. Dengan integrasi semua elemen desain, dari foto hingga grafik dan huruf, Canva memungkinkan siapa pun, bahkan yang bukan desainer profesional, untuk membuat desain yang menarik dan berkualitas. . . Ngga hanya itu, Canva juga membantu kolaborasi tim dengan memungkinkan kerja sama yang mudah tanpa perlu bertukar email berulang kali. Keberhasilan Canva terlihat dari pertumbuhan pengguna yang pesat. . . Dalam sebulan pertama, Kanva berhasil menarik 50 ribu pengguna. Pada tahun 2014, saat mereka mengumpulkan dana tambahan senilai tiga juta dolar, sudah ada 600 ribu pengguna yang telah membuat 3,5 juta desain dari Canva. . . Di balik kesuksesan bisnis, Melani dan temannya memilih untuk memberikan 30% saham mereka kepada yayasan Canva. Hal ini ditujukan untuk kegiatan amal, termasuk menyumbangkan 10 juta dolar ke organisasi nirlaba GIF Direct Link untuk membantu keluarga ekonomi di Afrika Selatan. . . Mereka juga berkomitmen untuk menanam satu pohon setiap kali ada pesanan cetak, yang hingga saat ini telah mencapai lebih dari dua juta pohon. . . Kisah Melani Perkins mengajarkan kita bahwa sukses memerlukan tekad, ketekunan, dan kemampuan untuk melihat peluang di setiap tantangan. . . Dengan keyakinan pada ide mereka, Melani dan timnya berhasil mengatasi penolakan dan kesulitan, membuktikan bahwa seorang perempuan yang drop out dari universitas bisa menjadi pengusaha sukses dengan solusi yang inovatif. . #sukses