Gelang Tridatu, sebuah simbol budaya dan spiritual yang kaya makna, berasal dari tradisi Hindu-Bali di Indonesia, merupakan gelang yang terbuat dari tiga benang berwarna merah, hitam, dan putih yang dijalin menjadi satu. Ketiga warna ini merepresentasikan konsep Trimurti dalam ajaran Hinduβdewa Brahma (pencipta) dengan warna merah, dewa Wisnu (pemelihara) dengan warna hitam, dan dewa Siwa (pelenyap) dengan warna putihβyang melambangkan keseimbangan alam semesta antara penciptaan, pemeliharaan, dan transformasi. Gelang ini tidak hanya menjadi aksesoris, tetapi juga sarana perlindungan spiritual, dipercaya mampu menangkal energi negatif, menetralisir roh jahat, dan membawa harmoni bagi pemakainya. Dalam ritual keagamaan Bali, Gelang Tridatu sering diberikan oleh pendeta (pemangku) setelah upacara pembersihan diri (melukat) atau upacara besar seperti Nyepi, sebagai penanda penyucian dan perlindungan ilahi. Penggunaannya dianggap sakral, sehingga pemakainya diharapkan menjaga kesucian gelang dengan menghindari aktivitas tidak bermoral. Secara filosofis, tiga warna juga mencerminkan keseimbangan Tri Gunaβsattvam (kebaikan), rajas (semangat), dan tamas (kegelapan)βyang harus dijaga agar kehidupan manusia tetap stabil. Meski awalnya digunakan dalam konteks religius, Gelang Tridatu kini populer di kalangan wisatawan sebagai cenderamata, meski masyarakat Bali tetap mengedepankan makna spiritualnya. Pembuatannya pun sering disertai mantra dan doa oleh pemangku agar gelang diberkati kekuatan magis. Bagi umat Hindu-Bali, gelang ini adalah pengingat akan pentingnya menjaga hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Dengan demikian, Gelang Tridatu bukan sekadar hiasan, melainkan simbol warisan leluhur yang mengajarkan keseimbangan, rasa syukur, dan penghormatan terhadap hukum kosmis dalam kehidupan sehari-hari.